top of page

Sebuah Ruang

Saat perasaan gundah muncul, hal apa yang pertama kali kamu lakukan? Menonton film, mendngarkan musik, berolah raga, membaca Al-Qur’an, membaca buku atau komik, online shopping, bermain game, scroll media sosial? Atau mungkin diluar semua pilihan itu? Ada begitu banyak cara yang dilakukan untuk menghilangkan perasaan gundah.


Dari semua hal di atas, aku sudah pernah mencobanya. Namun yang paling sering dilakukan adalah selftalk, ataupun mengobrol bersama Allah dalam hati dan pikiran. Bagi orang yang overthinking hal yang dilakukan ini tidaklah begitu asing. Karena sekali menyelam, ia seperti berada di dunia yang berbeda. Ia akan membuka berbagai macam pintu kemungkinan sebagai sudut pandang dan menemukan alasan untuk memperkuat argumen. Tetapi hasilnya tidak selalu menemukan jawaban. Terkadang bahkan muncul pertanyaan-pertanyaan lain yang membuatnya semakin menyelam lebih dalam lagi.


Pertanyaan-pertanyaan yang dianggap penting biasanya akan terus dibawa berhari-hari. Hingga akhirnya menjadi sebuah kegundahan baru. Saat semua cara yang terpikirkan telah dilakukan namun tak juga menghilangkan kegundahan, bercerita menjadi pilihan paling akhir untuk dilakukan. Disini perlu adanya suatu kehati-hatian dalam memilih orang yang tepat. Tetapi terkadang orang yang dicari tidak mesti selalu ada disaat membutuhkan. Disitulah terpikirkan untuk menulis. Namun entah kenapa, menulis apa yang dirasakan itu seperti mengungkapkan kepada khalayak ramai. Sering ditengah jalan berhenti untuk kemudian dihapus lagi. Karena terpotong, gundah itu tidak lantas hilang. Karena itu, menulis sesuatu hal yang bersifat pribadi sangat jarang sekali dilakukan meski dalam bentuk tulisan yang di biaskan.


Pekan lalu, aku menonton film Enola Holmes di online streaming platform, Netflix. Diceritakan dia adalah adik dari Sherlok Holmes yang sedang mencari Ibunya yang hilang. Ibunya suka dengan permainan kata sehingga Enola sering bermain permainan itu bersamanya. Dari permainan itulah kemudian aku memikirkan sebuah cara menulis dengan rumus yang berbeda. Hal ini seperti sebuah enkripsi, dimana kita memerlukan key untuk menterjemahkan setiap huruf yang ada. Key ini kita sendiri yang membuatnya, sehingga tidak akan mudah orang dapat mengetahuinya. Kebetulan aku pun pernah mendapatkan pelajaran itu sewaktu kuliah di kampus.


Dari situ lah aku menemukan sebuah ruang dalam menuliskan kata-kata untuk menuangkan perasaan gundah. Dan sepertinya benar yang dikatakan para penulis bahwa menulis bisa menjadi salah satu healing bagi diri sendiri. Disamping itu, aku bisa memainkan teka-teki dengan menggunakan huruf-huruf. Cukup menyenangkan bukan?!


Comments


bottom of page