top of page

Suka, tapi bukan haknya

Bapak pernah berpesan, ketika kita menyukai sesuatu itu adalah sesuatu yang wajar dan diperbolehkan tetapi jangan memaksakan untuk ingin memiliki yang bukan hak nya. Disitulah saya merasa bahwa Bapak mengajarkan kepada saya terhadap batasan yang tidak boleh dilewati sekaligus sebagai bentuk kontrol diri. Saya pikir apa yang Bapak sampaikan bisa diterapkan dalam segala hal. Karena pada dasarnya kita manusia memiliki perasaan dan keinginan yang tidak pernah puas.


Ketika mencintai seseorang saat masih di bangku sekolah adalah hal yang umum terjadi. Apalagi jika sekolah itu adalah gabungan dari siswa dan siswi. Mungkin dimanapun kita berada, tempat yang mempertemukan antara laki-laki dan perempuan disitulah kemudian timbul kemungkinan untuk saling menyukai.


Disisi lain, orang tua mengharapkan seorang anak yang mereka antarkan ke bangku sekolah untuk fokus kepada belajar. Nanti jika sudah dewasa, kerja, dan punya uang sendiri baru diperbolehkan untuk memiki hubungan yang biasa orang sebut dengan “Pacaran”.


Namun seiring dewasa, pacaran atau menjalin hubungan dekat dengan laki-laki bukan lagi menjadi sesuatu atas janji atau harapan orang tua terhadap anak saja. Tetapi lebih dari itu. Diatas itu ada Agama yang memang mengatur bagaimana seharusnya hubungan antara laki-laki dan perempuan terjalin.


Selama porses mengenyam pendidikan itu bukan hal yang bisa dihindari bahwa manusia merasakan perasaan ketertarikan terhadap lawan jenisnya. Entah itu rasa hormat, kagum, suka, cinta. Kesemuanya memiliki rasa yang mirip namun berbeda. Dan setiap jenjang masa sekolah/pendidikan akan selalu ada tokoh yang mewarnai hidup kita.


Saya hanya bisa mengamati dari peristiwa-peristiwa sekitar juga drama untuk berpikir dan belajar sesuatu soal hubungan. Dengan begitu, sekalipun kamu belum berpengalaman, setidaknya saat ditanya atau dicurhati teman dekatmu mengenai pasangannya, kamu bisa memberikan sedikit pandangan.


Diantara kita ada yang tidak biasa mengekspresikan perasaan dengan berlebihan. Bahkan sedikit saja bisa membuat runyam seisi kepala. Malu rasanya, jika orang yang disuka mengetahuinya. Apalagi jika perasaan itu hanya bertepuk sebelah tangan saja. Dan mungkin orang itu akan menjadi risih atas setiap hal yang kita lakukan terhadapnya. Ketakutan menghadapi ini menjadikan sebagian orang membisu. Memilih diam tanpa satu orang pun tahu. Mungkin hanya teman terdekatnya saja yang ia beri tahu, biasanya.


Lagipula saya pikir, mencintai seseorang yang belum tentu jodohnya itu buat apa. Buat apa? Hanya menguras tenaga, hati dan pikiran. Tapi jjustru disitulah ujiannya. Kadang butuh sedetik untuk jatuh cinta, tapi perlu waktu lama untuk benar-benar lupa. Lucu yah.


Saya sadar bahwa sesungguhnya orang yang kita cintai itu bukanlah hak kita. Kecuali jika sudah menikah. Meskipun kita selamanya tidak bisa memiliki hak seseorang sepenuhnya. Dan sering kali pertengkaran yang terjadi dalam hubungan yang tejalin sebelum pernikahan/ diluar pernikahan adalah karena masing-masing orang tidak terpenuhi haknya. Ya, karena dalam konsep mereka, seorang pasangan itu punya hak atas pasangannya. Dan jika tidak terpenuhi atau tidak puas, akan menjadi bahan untuk menyulut api pertengkaran.


Maka diantara hak dan kewajiban ada yang namanya toleransi. Disini perlu bermain peka. Menggabungkan antara logika dan rasa untuk bisa saling menyeimbangkan. Dan referensi yang saya untuk menyatukan semua itu adalah Agama. Karena tidak ada aturan yang sempurna kecuali aturan Agama. Bagaimana mungkin ada cacat jika yang membuatnya adalah Tuhan Pencipta Alam Semesta yang begitu Sempurna.

Comentarios


bottom of page