top of page

Suka-Suka Saya Mau Berbicara Apa!

Berbicara adalah hal yang digunakan untuk berkomunikasi. Sering kali kesalah pahaman terjadi karena perkataan yang dilontarkan tidak tepat, atau karena pendengar salah dalam memahami maksud yang disampaikan. Karenanya, sering kali berbicara disandingkan dengan mendengar. Karena komunikasi yang baik dimulai dengan pembicaraan yang saling mengerti satu sama lain, dan untuk dapat mengerti satu sama lain harus bisa menjadi pendengar yang baik.


Menurut Hamka dalam bukunya berjudul Pribadi Hebat, “Lidah adalah magnet untuk menarik orang lain supaya dapat berhubungan dengan kita”. Mungkin kamu pun sudah pernah mendengar kutipan ini, “Kekuatan kata-kata mampu merubah dunia”. Biasanya hal ini sering kita dengar ketika mengikuti seminar motivasi atau public speaking. Sebegitu besarnya pengaruh kata-kata sampai bisa merubah dunia. Dibuktikan pula oleh hampir seluruh tokoh-tokoh berpengaruh pasti setidaknya memiliki kefasihan dalam berbicara.


Mengutip dari perkataan Al-Jahiz bahwa, “Sebaik-baik perkataan adalah sedikit tetapi bermanfaat, daripada banyak bicara tetapi kosong. Tegas lafal dan maksudnya. Berarti dalam, mengandung balagah. Susunan katanya bagus, tidak dibuat-buat dan dipaksakan, serta tidak dicampur aduk. Oleh karena itu, ucapannya berbekas dalam hati yang mendengarnya, seperti air hujan di bumi yang subur, yang memberikan kemajuan. Pegaruhnya sama, baik kedalam hati raja besar sekalipun atau kepada orang biasa.”

Tetapi jika dilihat disekitar kita, masih ada orang-orang yang tidak baik dalam berbicara. Menggunakan kata-kata kasar dengan mudahnya terlontar dari mulut mereka. Bahkan ditemukan juga anak-anak yang berkata kasar kepada orang tuanya sendiri. Jika ada orang yang berniat baik menasihati, balik melontar “Mulut-mulut saya, apa urusannya! Suka-suka saya dong mau berbicara apa”


Nabi Muhammad saw. bersabda, “Utusan suatu kaum adalah cerminan kaum itu.”

Haidst ini masih dikutip dari buku yang sama karya Hamka yang sedang membicarakan tentang utusan/duta/diplomat yang harus memiliki kefasihan dalam berbicara dan mendengarkan. Namun dalam pandangan saya, ini juga bisa diterapkan dalam berkomunikasi sehari-hari. Bagaimana kita berbicara juga dapat mencerminkan bagaimana sesungguhnya diri kita dan apa isi pikiran kita. Karenanya berhati-hatilah dalam berbicara, karena lidah sungguh bisa lebih tajam daripada pisau.


Saya tidak tahu darimana mulanya sebab tidak sedikitnya orang-orang yang berbicara kasar atau tidak sopan. Tetapi hal ini semakin terlihat seiring dengan bertumbuhnya teknologi informasi seperti internet dan media sosial. Bahkan tak jarang generasi muda yang menuju tahap dewasa masih tidak tahu bagaimana cara berbicara dengan baik dan sopan kepada orang yang lebih tua. Kepada orang yang lebih muda pun seharusnya menggunakan bahasa yang baik.


Terbiasa mendengar, melihat, dan membaca sesuatu yang tidak baik atau kasar, akan berdmpak pula secara sadar maupun tidak kepada bagaimana kita berbicara dan berinteraksi. Apalagi jika tidak dibekali oleh pengajaran dan contoh yang baik di rumah. Beberapa orang tua yang lelah bekerja, atau mungkin banyak tekanan, ketika dihadapkan dengan anak-anak yang rewel atau tantrum, memilih untuk memberikan gadget agar mereka bisa tenang. Instan dan lebih mudah memang kelihatannya. Padahal masa kanak-kanak adalah masa dimana mereka bisa belajar dan menyerap informasi dengan cepat. Jika anak-anak tidak dibatasi dan diawasi dalam menggunakan gadget, jangan heran ketika orang tua mendengar beberapa kalimat kasar yang muncul dari mulut anak-anaknya karena mereka memang belum bisa memfilter informasi yang dilihat dan didengarnya. Akal anak-anak masih belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk, benar dan salah. Karena tidak ada referensi yang mengajarkan mereka tentang hal itu.


Jika bisa berbicara dengan bahasa yang baik, kenapa harus memilih bahasa yang tidak baik atau kasar?

Maka bicaralah dengan perkataan yang baik sekalipun sedang dalam kondisi dipenuhi oleh emosi.


Allah swt pun berfirman dalam surah An-Nahl ayat 125 yang artinya:


“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

Bijak berkata-kata berarti mencakup tiga hal, yaitu perasaan yang halus, kefasihan berbicara, dan kekayaan bahasa. - Hamka

コメント


bottom of page