Rilis Kecewa
- dam dam
- Oct 31, 2022
- 3 min read
Suatu hari, di Ahad yang cerah, aku begitu bersemangat. Bangun sekitar jam 3 pagi, mendengarkan kajian Ustadz Amar tentang pernikahan, sholat, dan menyiapkan beberapa hal untuk ditulis sebagai bahan MC di kajian hari ini. Ya, dari sejak beberapa hari yang lalu, aku dihubungi dan diminta untuk menjadi MC di sebuah kajian offline. Aku memang sudah lama tidak melakukannya, terakhir di kajian online saat ramadhan tahun lalu. Sehingga wajar saja untuk mempersiapkan beberapa hari sebelum kajian. Setiap hari, aku mencoba untuk mendengarkan kajian-kajian beliau yang membahas mengenai persiapan pernikahan sampai dengan pernikahan. Aku ingat bahwa beliau sudah menerbitkan sebuah buku berjudul “Karena Menikah Tak Sebercanda Itu”. Pada awalnya aku mencari buku tersebut dengan menanyakan beberapa teman apakah ada yang punya atau tidak. Kemudian karena waktu semakin dekat, aku mencoba mencari di olshop, tetapi waktu pengiriman baru akan tiba H-1 sebelum kajian, dan itu tidak akan sempat. Pada akhirnya saya hanya mengambil referensi dari kajian-kajian beliau yang direkan di Youtube.
Aku tahu bahwa di minggu-minggu tersebut jadwalku cukup padat. Ada pekerjan-pekerjaan kantor yang harus diselesaikan. Hal itu cukup menguras pikiran. Belum dengan pekerjaan rumah. Pekan itu benar-benar membuatku cukup lelah, namun aku masih senang melakukannya karena di akhir pekan ini akan ada kajian offline pertamaku setelah pandemi (yang which is aku sebagai panitia, bukan peserta) dan diamanahi sebagai MC. Ini adalah tawaran kedua kalinya. Kajian offline pertama aku tidak bisa melakukannya, karena qodarullah saat itu aku tiba-tiba sakit demam dan flu. Dan aku baru mengabari beberapa jam sebelum acara. Padahal aku sudah mempersapkannya. Dari mulai mencari sumber materi-materi yang disampaikan oleh ustadz melalui Youtube, maupun beberapa informasi tambahan ilmiah dari beberapa jurnal sebagai bahan informasi untuk lebih menguatkan argumen.
Kajian offline kedua kali ini, aku mempersiapkan hal yang sama. Bahkan aku dikonfirmasi kembali H-1 acara apakah bisa datang tepat waktu atau tidak. Sebagai panitia tentu jadwal berkumpul lebih awal. Aku mulai berangkat pukul 06.00 menggunakan KRL, kemudian disambung dengan ojek online dan sampai tujuan kurang lebih pukul 06.55, karena pukul 07.00 kita harus sudah berkumpul. Untunglah tidak terlambat.
Sesampainya disana, aku bertemu dengan panitia lain, yang juga teman yang sudah lama sekali tak ditemui karena wabah pandemi ini. Pagi hari aku mencari seseorang untuk koordinasi mempersiapkan MC nanti. Namun, tenyata dia belum datang juga. Saat aku mengecek Telegram (media yang dipakai untuk berkoordinasi, sedangkan aku sendiri tidak punya aplikasi itu karena udzur) untuk membaca informasi yang sudah aku lewatkan selama beberapa hari belakangan ini. Dan saat membaca semua pesan itu, aku baru tahu kalau petugas MC itu diganti oleh orang lain.
Jujur sedikit kecewa. Mungkin karena aku sudah mempersiapkan itu sejak beberapa hari belakangan ini ditengah padatnya tekanan pekerjaan dari kantor. Tapi kemudia apa yang sudah aku siapkan tidak jadi digunakan.
Aku berusaha berdialog dengan diri. Menerima semua kekurangan, kemudian memaknai rasanya. Jujur terhadap diri sendiri dan terhadap Allah, bahwa aku sedang dihinggapi rasa kecewa, namun tetap menanamkan kesadaran akal untuk berpikir dengan jernih. Ingat kembali niat awal yang ingin dijalani. Bahwa semua yang aku lakukan karena Allah, jadi siapapun nanti yang akan menjadi MC tidak menjadi masalah karena tujuan kita sama yaitu mensukseskan acara kajian ini agar mendapatkan berkah dan ridho Allah semata.
Rasa lapang itu perlahan mulai hadir meleburkan rasa kecewa. Pertemuan dengan si kecil Elma yang berusia 8 bulan itu begitu menenangkan. Saat aku menggendongnya. Saat tangannya menyentuh wajahku. Saat usahaku untuk membuatnya tersenyum. Melalui Elma, perasaan kecewa itu luluh. Pikiranku kembali jernih. Mataku kembali melihat sisi-sisi kebaikan dari yang lainnya. Mungkin karena Elma adalah satu-satunya manusia disitu yang belum memiliki dosa. Seringnya ketika kita memandang sesuatu yang jernih, akan memberikan kesejukan hati.
Aku senang karena kajian pada hari itu berjalan dengan lancar. Memang ada sedikit beberapa kendala, tapi kami bisa menanganinya dengan cukup baik. Jamaah yang datang pun cukup banyak, sekitar 80% dari target yang ingin dicapai. Aku tidak hanya bertemu dengan teman lama, tapi juga teman baru dari luar kota, Bandung dan Surabaya (atau Jogja? saya lupa hehe).
Comments