Love Hate Relationship Dengan Buku
- dam dam
- Nov 6, 2022
- 2 min read
Saat TK, membaca buku begambar adalah hal favorit. Ada majalah anak yang sering didapatkan sewaktu kecil yaitu majalah Bobo. Isinya ada cerita bergambar, cerpen, aneka kreatifitas seni kriya, dan pengetahuan umum. Itulah yang saya ingat. Kemudian saat sekolah dasar, ada pembukaan perpustakaan baru. Kami dikirimkan banyak sekali buku, dan buku yang membuat saya tertarik adalah buku Ensiklopedia. Tahu kenapa? Karena buku tersebut berisi tidak hanya tulisan, tetapi juga gambar-gambar. Saya membaca semua buku Ensiklopedia di perpustakaan sekolah dasar mulai dari Ensiklopedia planet, tumbuhan, hewan, dan bumi. Bahkan waktu itu sempat berebut meminjam buku tersebut.
Beralih ke masa SMP, tidak ada buku yang benar-benar saya suka baca. Tidak ada yang benar-benar diingat judul buku apa yang dibaca selain buku LKS pelajaran sekolah. Kemudian saat SMA, pernah meminjam buku-buku novel, tetapi hanya selesai sampai pertengahan buku saja. Buku-buku novel yang dibaca kebanyakan tentang percintaan masa remaja. Saat itu saya tidak terlalu tertarik. Entah karena ceritanya yang kurang menarik dan membosankan, atau karena hanya berisi teks tulisan saja, ataupun keduanya.
Saudara saya, suka membeli buku komik dan novel. Waktu itu saya meminjam beberapa buku komik untuk dibaca. Cukup menyenangkan meski hitam putih. Ya, namanya juga komik. Tetapi memang saat itu sepertinya belum ada komik berwarna seperti halnya zaman sekarang. Buku yang saya pinjam saat itu adalah komik Doraemon dan beberapa buku karya Raditya Dika yaitu Manusia Setengah Salmon dan Kambing Jantan.
Masa kuliah, buku-buku yang saya baca kebanyakan soal self improvement dan motivasi, novel hanya beberapa, ditambah dengan buku dan jurnal mata kuliah. Kebanyakan membaca buku-buku non-fiksi. Entah kenapa saya kurang suka membaca buku novel. Mungkin karena buku-buku di perpustakaan begitu tebal. Seringnya saya lebih memilih menonton filmnya daripada membaca buku novelnya. Hal itu juga mungkin yang menjadi peralihan dari membaca buku novel atau cerita kepada film karena berbentuk visual.
Saat masa SMA, saya memang memiliki keinginan untuk bisa menyukai buku. Mungkin karena saat itu orang yang suka membaca buku adalah orang yang saya anggap keren dan pintar. Seringnya ketika mencoba membaca buku, baru saja satu halaman, rasa kantuk mulai menyerang kemudian tertidur. Tetapi lain halnya jika buku tersebut menarik. Kadang ada buku yang bagus namun saya tidak bisa betahan untuk duduk menetap lama. Mungkin karena bosan. Karenanya beberapa penulis sering memberikan tips, “mulailah dari membaca buku-buku yang disukai”. Herannya, saya sangat suka melihat tumpukan buku-buku. Di perpustakaan ataupun di took buku. Harum kertas-kertasnya, suasananya. Saya suka. Keinginan untuk bisa suka membaca banyak buku pun masih ada sampai saat ini.
Genre buku apa yang saya suka, saya belum bisa meyakininya karena terkadang random saja, tetapi kebanyakan adalah non-fiksi. Meskipun masih belum bisa menyukai buku novel saat itu, ada beberapa buku novel yang saya baca sampai selasai seperti "Rindu" karya Tere Liye, "Api Tauhid", "Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2" karya Habiburrahman El Shirazy, "Hafalan Shalat Delisa", trilogi buku "Kemi" karya Adian Husaini, dan 1 buku novel terjemahan yang saya lupa judulnya apa.
Sebagai alternatif lain, ketika sedang bosan membaca buku, biasanya saya mendengarkan podcast, membaca artikel ilmiah kesehatan di platform Harvard Medical Center, atau mendengarkan audiobook. Saya baru mengetahui saat lulus kuliah mengenai audiobook ini. Jadi Audiobook adalah rekaman teks buku atau bahan tertulis lainnya yang dibacakan oleh seorang atau sekelompok orang penyuara. Audiobook ini dapat menjadi alternatif juga bagi kamu yang kurang suka membaca buku loh.
Jadi, begitulah cerita love hate relationsihip saya dengan buku.
Comentários